Sulawesi Selatan tidak pernah kehabisan cerita. Hari ini, 18 November 2025, linimasa media sosial kita disuguhi dua potret yang luar biasa kontras. Dua berita ini sama-sama viral, sama-sama datang dari Sulsel, namun menyajikan realitas yang bagaikan langit dan bumi.
Di satu sisi, kita merayakan akhir bahagia dari sebuah drama kemanusiaan yang menyentuh nurani di Luwu Utara. Di sisi lain, kita 'ditampar' oleh realitas krisis perkotaan yang ironis dari ibu kota, Makassar.
Kabar pertama adalah tentang harapan yang pulih. Kabar kedua adalah tentang ruang yang habis. Mari kita bedah satu per satu, mengapa dua berita viral Sulawesi Selatan ini begitu mendominasi perbincangan dan apa maknanya bagi kita semua.
Ironi Ibu Kota: Makassar Darurat Lahan Pemakaman
Sekarang, mari kita putar kemudi 180 derajat ke realitas yang dihadapi ibu kota. Jika di Lutra ada "ruang" yang dikembalikan, di Makassar justru "ruang" yang habis.
Berita mengejutkan dan ironis datang dari Pemerintah Kota Makassar. Dilaporkan bahwa Kota Makassar saat ini menghadapi krisis lahan pemakaman umum (TPU). Ya, Anda tidak salah baca. Lahan pemakaman yang dikelola oleh pemerintah kota dinyatakan telah penuh sesak.
Mencari lahan untuk hidup di kota besar seperti Makassar saja sudah sulit dan mahal. Kini, realitas pahitnya adalah mencari lahan untuk beristirahat abadi pun menjadi sebuah krisis.
Realitas Pertumbuhan Kota yang Tak Terhindarkan
Ini adalah masalah klasik kota metropolitan yang mungkin lama terabaikan namun kini meledak di depan mata. Pertumbuhan penduduk yang pesat, alih fungsi lahan yang masif, dan harga tanah yang melambung tinggi membuat ketersediaan lahan untuk fasilitas publik, termasuk TPU, menjadi barang langka.
Kabar ini sontak menjadi perbincangan viral dengan nada yang berbeda. Jika berita guru Lutra diwarnai haru dan syukur, berita krisis lahan kuburan ini dipenuhi dengan kecemasan, satir, dan pertanyaan kritis untuk pemerintah kota. "Bagaimana bisa kota sebesar Makassar tidak mengantisipasi hal ini?" begitu kira-kira suara publik.
Solusi Darurat: "Mengungsi" ke Kabupaten Tetangga?
Lalu, apa solusi dari Pemkot Makassar? Ini bagian yang tak kalah menarik. Sebagai langkah darurat, Pemkot Makassar dilaporkan sedang dalam proses penyiapan lokasi pemakaman baru.
Lokasinya? Bukan lagi di dalam kota, melainkan di wilayah kabupaten tetangga, yaitu Kabupaten Maros.
Langkah ini menunjukkan betapa mendesaknya masalah ini. Ini bukan lagi sekadar wacana, tapi kebutuhan primer yang harus segera dicarikan jalan keluarnya. Ini juga membuka diskusi baru tentang pentingnya sinergi dan kolaborasi antar-daerah dalam kawasan metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sudah melintasi batas administrasi.
Bagi warga, ini tentu akan membawa konsekuensi baru. Mulai dari logistik yang lebih rumit saat ada kedukaan, hingga tradisi ziarah yang mungkin tak lagi bisa semudah dulu.
Di Balik Kontras: Agenda Besar Sulsel Tetap Berjalan
Di tengah dua berita viral yang kontras ini, penting untuk melihat gambaran yang lebih besar. Roda pemerintahan dan pembangunan di Sulawesi Selatan sendiri sebenarnya terus berjalan.
Faktanya, hari ini juga bertepatan dengan kabar baik lainnya di sektor pemerintahan. Sebanyak 4.047 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap 2 resmi dilantik oleh Gubernur. Ini adalah bagian dari upaya besar penataan ASN, yang ironisnya juga terkait dengan kasus guru di Lutra.
Di sisi lain, investasi infrastruktur besar seperti pembangunan "Sekolah Rakyat" senilai Rp 1,23 triliun oleh Waskita Karya di lima kabupaten (termasuk Wajo, Sidrap, dan Tana Toraja) juga sedang dimulai. Ini menunjukkan ada fokus besar pada pembangunan SDM dan pendidikan.
Namun, mega proyek yang visioner itu kini seolah disandingkan dengan kegagalan mengantisipasi kebutuhan paling dasar dan pasti: kematian.
Kesimpulan: Dua Wajah Sulawesi Selatan
Hari ini, Sulawesi Selatan menunjukkan dua wajahnya secara gamblang.
Wajah pertama adalah wajah harapan dan kemanusiaan. Kisah guru Lutra mengajarkan kita bahwa keadilan masih bisa diperjuangkan, solidaritas memiliki kekuatan, dan pemerintah masih bisa mendengar. Ini adalah potret Sulsel yang optimis.
Wajah kedua adalah wajah realitas dan tantangan. Krisis lahan kuburan di Makassar adalah cermin bagi kita semua tentang dampak pertumbuhan yang tidak terencana dengan baik. Ini adalah potret Sulsel yang harus segera berbenah, mengurus hal-hal mendasar seiring dengan mengejar kemajuan.
Dua berita ini, meski kontras, adalah bagian dari dinamika provinsi kita. Kabar baik kita syukuri sebagai kemenangan bersama, dan kabar buruk kita jadikan sebagai pengingat dan bahan evaluasi kritis untuk para pemangku kebijakan.
Bagaimana pendapat Anda tentang dua berita viral ini? Mana isu yang paling menyentuh atau 'menampar' Anda hari ini?
Mari diskusikan di kolom komentar di bawah!


Posting Komentar untuk "Drama Guru Lutra Berakhir Bahagia, Makassar Justru Hadapi Krisis Lahan Kuburan!"